Tuesday, November 10, 2009

Dan Secangkir Kopi Itu pun Terlanjur Dingin

Secangkir kopi itu hanya hening. Lama hanya hening. Sudah lama sekali hanya hening. Terlalu lama hanya hening. Tak ada yang lain.

Uap hangatnya sudah lama menguap, apa lagi panasnya. Entah kemana. Mungkin, ke awang-awang yang terlalu tinggi tak terjangkau oleh tangan. Yang pada akhirnya membuat secangkir kopi itu pun hanya menjadi secangkir kopi yang terlanjur dingin.

Gamang. Jemarinya gentar menyentuh kupingan cangkir yang diam. Dingin bahkan sudah berasa menyentuh kulit bibirnya. Mengelukan lidahnya. Membekukan hatinya. Mengingat waktu yang tak mungkin berputar balik: menghangatkan secangkir kopi itu kembali.

Sedangkan untuknya, kopi yang dingin tak ada lagi nikmatnya.

Sehingga heningnya pun hanya berakhir sebagai hening.
**

1 comment:

The "YoungSun" Danz said...

weslah.... kopine ditokna ning tengah ndalan rak wes... biar efek global warming tak hanya mengendusnya.... tapi menyentuh dan membakarnya... (semoga tak berakhir karena kehabisan air... tinggal kopi tok... paiiiiiitttttt...) he he he he